KEYAKINAN.COM

Yakin Loe?

Slot Online Permainan Slot Online Bonus Slot Online Jackpot Slot Online Slot Online Terpercaya Slot Online Pragmatic Play Slot Online Gacor Slot Online Murah Daftar Slot Online Tips Menang Slot Online Provider Slot Online Slot Online Terbaik Game Slot Online Gratis Slot Online Live Review Slot Online Slot Online 2024 Slot Online Indonesia Bonus Selamat Datang Slot Online Strategi Menang Slot Online Slot Viral Slot Viral 2024 Game Slot Viral Slot Viral Terbaru Slot Viral Populer Bonus Slot Viral Slot Viral Jackpot Slot Viral Online Provider Slot Viral Slot Viral Terbaik Review Slot Viral Slot Viral Gacor Slot Viral Indonesia Tips Slot Viral Strategi Slot Viral Slot Viral Pragmatic Slot Viral Playtech Slot Viral Big Win Permainan Slot Viral Slot Viral Casino Slot Gacor Slot Gacor Terbaru Slot Gacor 2024 Game Slot Gacor Slot Gacor Online Slot Gacor Indonesia Slot Gacor Jackpot Slot Gacor Terpercaya Tips Slot Gacor Strategi Slot Gacor Slot Gacor Pragmatic Slot Gacor Playtech Provider Slot Gacor Slot Gacor Big Win Slot Gacor Paling Banyak Menang Slot Gacor Hari Ini Slot Gacor Casino Slot Gacor Bonus Permainan Slot Gacor Review Slot Gacor
Sosok

Seseorang Menggunakan Berjas Hujan

Beha69 – Di sebuah desa kecil yang terletak di pinggiran hutan lebat, terdapat sebuah cerita lama yang beredar di antara penduduknya. Cerita itu tentang sosok misterius yang dikenal dengan sebutan “Sosok Berjas Hujan.” Konon, sosok ini adalah arwah seorang pria yang mati dengan tragis, dan ia sering muncul dalam desau hujan, menakut-nakuti orang-orang yang berani melewati jalan setapak di bawah hujan deras.

Pada suatu malam yang dingin dan hujan deras, sekelompok sahabat—Nina, Arif, Sella, dan juga Roy—berkumpul di rumah Nina. Mereka berencana untuk menonton film horor, tetapi saat duduk bersama, Arif mengusulkan untuk berbagi cerita horor. Mereka semua langsung setuju, dan satu per satu, mereka mulai menceritakan pengalaman-pengalaman menyeramkan yang pernah mereka alami.

“Bagaimana kalau kita bercerita tentang Sosok Berjas Hujan?” saran Sella sambil menggigit kuku.

“Ah, aku tahu cerita itu! Sosok itu katanya muncul saat hujan deras dan mencari korban untuk dibunuh!” ujar Roy, terlihat bersemangat.

Nina menggelengkan kepalanya. “Jangan mulai, Roy. Itu hanya cerita mitos. Kita tahu kok,” katanya untuk menenangkan suasana.

Namun, ketegangan di antara mereka semakin meningkat ketika Arif mulai bercerita. “Kau tahu kan, kabarnya, pria itu dulunya adalah seorang penjual barang antik. Ia dibunuh oleh seseorang yang tidak dikenal di tepi hutan saat hujan. Sejak saat itu, arwahnya gentayangan, mengenakan jas hujan hitam, mencari orang yang terjebak di tengah hujan.”

Sella menambahkan, “Aku pernah mendengar dari tetangga bahwa sosok itu akan menyeret orang yang ia temui ke dalam hutan dan tidak pernah kembali lagi.”

Roy, yang selalu mencari cara untuk menakut-nakuti teman-temannya, berkata, “Kalau begitu, apa kita mau uji nyali? Semua cerita itu mengerikan, tetapi aku penasaran.”

“Jangan konyol!” Sella langsung menolak. “Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Nina berusaha menengahi. “Mungkin kita hanya perlu melihat area hutan dekat desa, tetapi tidak perlu terlalu jauh. Hanya untuk membuktikan bahwa itu semua hanyalah cerita belaka.”

Akhirnya, setelah berdebat beberapa saat, mereka setuju untuk pergi ke tepi hutan membawa senter dan telepon genggam. Langit sudah mulai gelap, dan hujan turun dengan deras. Momen itu semakin menyeramkan saat mereka berangkat menuju hutan.

Ketika mereka tiba di tepi hutan, suara gemuruh petir semakin mendekat, dan hujan terus mengguyur dengan deras. Senter yang mereka bawa berpendar lemah, sehingga suasana di sekeliling terasa semakin mencekam.

“Dengar,” Arif menegaskan, “kita akan menjelajahi tempat ini selama sepuluh menit. Jika tidak ada tanda-tanda yang mencurigakan, kita akan kembali.”

Nina yang merasa gelisah mengangguk. Permainan ini memang seru tapi tidak menyenangkan. Mereka mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang berliku, menerangi hutan gelap dengan cahaya senter. Suara rintik hujan yang jatuh di dedaunan dan gemuruh petir menambah suasana mencekam.

Setelah beberapa menit berjalan, mereka berhenti untuk beristirahat. “Lihat!” teriak Roy, menunjuk ke arah hutan. “Apakah kalian melihat sosok itu?”

Semua menoleh ke arah yang ditunjuk Roy. Dalam cahaya senter, terlihat sosok tinggi berjas hujan hitam, berdiri diam di pinggir jalan. Wajahnya tidak terlihat, namun sosok itu tampak mengerikan. Secara refleks, mereka mundur beberapa langkah.

“Nina, ini tidak lucu,” Arif mulai merasa takut. “Kita perlu pergi dari sini.”

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, mereka semua berbalik dan berlari kembali ke arah desa, melewati jalan setapak yang lembab. Namun, tak berapa lama, mereka mendengar suara langkah kaki cepat di belakang mereka.

“Siapa itu? Apakah itu kalian?” teriak Sella panik. Dalam keheningan yang mencekam, suara langkah itu semakin mendekat.

Saat mereka berlari, Senter Arif mati dan membuat mereka terbenam dalam kegelapan. “Ayo cepat!” teriak Nina, berusaha tetap tenang. Namun, ketakutan mulai menghantui mereka.

Setelah berlari sebisa mungkin, mereka berhasil menemukan jalan kembali ke desa. Dalam keadaan kelelahan dan ketakutan, mereka masuk ke rumah Nina dengan terburu-buru. Pintu ditutup rapat-rapat, dan mereka berusaha mengatur napas.

“Apakah kalian yakin itu sosok yang sama?” tanya Sella, sementara Roy terlihat sangat ketakutan. “Aku tidak ingin kembali ke hutan! Tidak perlu uji nyali!”

Mereka berusaha menenangkan diri di dalam rumah. Cuaca di luar semakin parah, namun dalam hati mereka penasaran akan sosok berjas hujan itu. Momen mencekam masih membekas di pikiran mereka, dan setiap detik terasa seperti berjam-jam.

Malam itu berlanjut dengan canda tawa yang canggung, namun saat jam menunjukkan dua belas malam, mereka merasa tidak nyaman. Cuaca dingin dan suara hujan membuat segalanya menjadi lebih mencekam.

“Aku rasa kita tidak boleh membicarakan sosok itu lagi,” kata Nina, berusaha mengalihkan perhatian. “Mari kita tonton film horor.”

Merekapun berpindah ke ruang tamu dan memulai film yang sudah disiapkan. Sesaat mereka teralihkan, ketika tiba-tiba terdengar bunyi ketukan keras di pintu depan. Raut wajah mereka berubah panik.

“Sella, kau buka!” perintah Roy, suaranya bergetar ketakutan.

“Apa? Kenapa aku?” Sella menggeleng, merasa takut. Namun, ketukan di pintu terdengar lagi, kali ini lebih keras.

“Baiklah, mari kita lihat siapa itu!” jawab Nina, memberanikan diri. Mereka semua berkumpul di dekat pintu, menolak untuk terbagi-bagi. Saat Nina membuka pintu dengan hati-hati, hanya untuk menemukan bahwa tidak ada siapa-siapa di luar.

“Tak ada seorangpun. Ku rasa itu hanya angin,” putus Nina, berusaha menenangkan.

Namun, saat ia menutup pintu, satu hal yang sangat mencolok: di tanah terdapat jejak kaki besar dan basah mengarah ke dalam rumah. Semua mendekati pintu, dan berusaha melihat lebih dekat.

“Itu tidak mungkin,” Sella berbisik pelan. “Kita baru saja berlari dari sana.”

Semua merasa merinding. Mereka beralih ke halaman rumah dan mencari petunjuk lebih lanjut. Suara hujan terus mengguyur dan gemuruh petir masih terdengar.

Lalu mereka melihat sesuatu bergerak di pinggir jendela. Sosok berjas hujan muncul seolah sangat dekat, menampakkan bayangan hitam besar. Mereka merasakan jantung berdegup kencang, panik melanda.

“Dia kembali!” teriak Roy, dan mereka semua berlari mundur. Tapi ketika mereka berusaha kembali ke dalam rumah, pintu tiba-tiba terbuka dengan keras.

“Siapa di sana?” teriak Nina. Tetapi tidak ada jawaban. Suara udara yang berhembus di luar terasa menakutkan. Dari luar, sosok itu sudah menghilang, tetapi ketakutan yang ada di dalam hati mereka semakin dalam.

“Mari kita cari tahu siapa sosok itu!” Arif mengusulkan. Dia tampak memilih keberanian yang tersisa.

“Apa maksudmu?” Sella hampir menangis. “Kita tidak bisa mencari sosok itu!”

Tetapi Roy dan Arif sudah bergabung dan berkeputusan ke luar lagi. “Kami pergi ke hutan!” teriak Arif. “Kita harus menggunakan senter dan mencari tanda-tanda!”

Pikirannya berkecamuk, tetapi Nina tidak ingin kehilangan teman-temannya. Dengan terbata-bata, dia mengikutinya. Sella menangis, merasa tidak nyaman.

Saat mereka berjalan kembali ke hutan, suasana kembali mencekam. Mereka berusaha mencari jejak sosok yang mereka lihat tadi, namun tidak menemukan apa pun.

“Di mana sosok itu?” tanya Arif, suara bergetar.

“Tunggu sebentar,” Nina meneguhkan keberaniannya. “Mari kita coba memanggilnya.”

Dengan suara bergetar, mereka memanggil nama sosok itu, berharap mereka hanya salah paham. “Sosok Berjas Hujan, jika kamu ada di sini… tunjukkan dirimu!” teriak Nina.

Setelah beberapa saat hening, tiba-tiba mereka mendengar suara teriakan yang menggema dari jauh, suara menakutkan yang membuat jantung mereka berdegup kencang. Semakin mendekat, suara itu khususnya melipatgandakan rasa takut di dalam mereka.

“Marilah!” rentetan suara di belakangnya. Kulit mereka merinding. Dalam ketakutan, mereka berlari ke arah suara itu, dan tiba-tiba Arif terjatuh.

“Apa yang terjadi?” teriak Nina.

“Aku…aku terjatuh…” Arif menjawab sambil melirik ke bawah.

Hujan menguyuri mereka, dan dalam keadaan panik, mereka menarik Arif untuk bangkit dan terus berlari. Tetapi saat mereka kembali ke jalan setapak, sosok itu sudah berdiri di sana. Mereka merasa seakan terhenti di tempat, saling memandang dengan ketakutan yang tak terkatakan.

“Sosok Berjas Hujan…” bisik Sella.

Hujan di sekitar mereka terasa lebih dingin, dan sosok itu mulai mendekat. Mereka dapat melihat jelas jas hujan basahnya, yang mengguyur air hujan. Dari pancaran sinar senter, mata sosok itu tampak bersinar terang dan gelap. Dia melangkah maju tanpa mengeluarkan suara, dan mereka tidak tahu harus berbuat apa.

Semua sahabat itu nyaris terperangkap dalam ketidaksadaran ketika tiba-tiba sosok itu melangkah lebih dekat dan membentak. “Kalian! Kenapa kalian mengganggu ketenanganku?” suara beratnya menggelegar, penuh kemarahan.

Mereka berteriak serentak, tidak ada yang berani menjawab. Di hadapan mereka, aktivitas yang mengerikan sedang terjadi. Hujan seolah menari-nari di sekeliling saat petir tiba-tiba menyambar, dan dalam sekejap, sosok itu menghilang.

Kepanikan melanda mereka di tempat itu. Semua merasa bingung, dan tiba-tiba satu dari mereka terjatuh kembali. Arif terjatuh ke tanah, wajahnya pucat dan matanya terpejam seolah hilang kesadaran.

“Arif!” teriak Nina, meraih temannya. Namun, Arif tidak bisa bangkit. “Apa yang terjadi?”

“Ayo kita bawa dia pulang!” perintah Roy, berusaha mengangkat Arif. Dalam keadaan terror di malam berbadai itu, mereka menyeret Arif menuju rumah mereka dengan peluh dan ketidakpastian yang melanda.

Setelah sampai di rumah, mereka mencoba menghidupkan lampu. Namun, cahaya rumah tampak berpotongan, tidak menyala dengan semestinya. Ketiganya duduk di pojok ruangan, ketakutan tak tertanggungkan.

“Apa yang terjadi pada kita?” tanya Sella, matanya masih melihat ke pintu yang tertutup.

“Tapi Arif…” sebelum Nina menyelesaikan kalimatnya, sosok berbaju hitam kembali muncul. Mereka merasakan hawa dingin yang menyertainya saat dia mendekat.

“Siapa di sini?” suara mendengus dari sosok itu. Hujan di luar semakin keras, menambah suasana menjadi semakin menyeramkan.

“Fast Track…” ujarnya lemah. “Apakah kalian ingin tahu siapa aku?”

Sella yang penuh ketakutan berbisik, “Apa kamu adalah Sosok Berjas Hujan?”

“Ya, dan aku bukan bersalah. Mereka membuatku terjebak dalam badai ini selama-lamanya.” Suara pria itu menggetarkan jantung mereka. “Aku hanya ingin dikasihani, bukan diburu!”

Suara pria itu mengingatkan mereka pada cerita yang mereka dengar tentang Sosok Berjas Hujan yang berisi kebencian dan penyesalan. Tiba-tiba, cahaya lampu menyala sepenuhnya, dan wajah pria itu terlihat semakin jelas.

“Dulu, aku adalah seorang penjual barang antik,” ujarnya, suaranya melemah. “Di sinilah aku…” Dia menunjuk ke tanah. “Aku dibunuh karena ketamakan seseorang.”

Hari itu, mereka berdiri terpaku, terdiam. Rasa takut yang menyelimuti mereka mulai sirna, digantikan dengan rasa iba.

“Aku tidak akan menyakitimu. Tapi bawa aku pergi dari sini,” kata pria itu kembali, matanya terisi air mata. “Bantu aku menemukan ketenangan!”

Akhirnya, mereka berkumpul di dekat sosok itu, tidak lagi merasa harus melawan. Dalam keheningan badai yang mengamuk, mereka merasakan ada perubahan. “Bagaimana kami bisa membantumu?” tanya Nina, berusaha berani.

“Menguburkan jasadku di tempat ini tidak akan pernah membuatku tenang. Tolong ingatlah cerita ini dan ceritakan pada yang lain agar mereka tidak tertipu oleh janji manis akan kekayaan,” sambil menggenggam tangan mereka, sosok itu melanjutkan. “Dengan demikian, aku akan tenang.”

Tanpa menunggu lebih lama, mereka merespons, berjanji untuk mengenang kisahnya. Beberapa saat kemudian, gemuruh badai berangsur mereda, dan sosok itu perlahan-lahan menghilang.

Keheningan menyeruak di antara mereka, dan meski takut, dalam hati mereka merasakan perasaan lega dan rasa percaya diri. Walau di balik cerita yang menyeramkan, arwah itu tidak ingin menyakit mereka, melainkan meminta bantuan.

Setelah sore harinya, mereka melanjutkan ke desa dan mempercayakan kisah itu pada penduduk setempat. Dihati mereka secara bersamaan, mereka berjanji untuk menjaga cerita itu. Selama hidup, rasa saling menghormati dan mengingat mereka yang pernah terkatakan hidup dalam kenangan. Sejak saat itu, desas-desus tentang Sosok Berjas Hujan tidak hanya sekadar mitos, melainkan pelajaran bahwa beberapa kisah horor terlahir dari kesedihan dan penyesalan.

Hujan yang mengguyur desa menjadi simbol pengingat akan hidup dan kehidupan yang abadi, di mana rasa saling simpati dan cerita saling membangun masa depan seharusnya menghiasi segala yang ada.

KEYAKINAN.COM – Yakin Loe?

LEAVE A RESPONSE