Beha69 – Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi hutan lebat, terdapat sebuah kastil tua yang dikenal sebagai Kastil Drakula. Selama berabad-abad, kastil tersebut dihuni oleh sosok misterius yang tidak terlihat oleh mata manusia—Count Drakula. Di balik dinding-dinding kastil yang hancur dan reruntuhan, terdapat kisah kelam yang membuat penduduk desa menghindari tempat itu. Mereka percaya bahwa siapa pun yang mencoba memasuki kastil tersebut akan menghilang selamanya.
Di desa itu, hiduplah seorang pemuda bernama Arya. Ia adalah seorang penulis novel horor yang terkenal, bertekad untuk menemukan inspirasi untuk karya terbarunya. Banyak cerita yang telah menarik perhatian Arya tentang Count Drakula dan kisah-kisah menakutkan yang mengelilinginya. Meskipun penduduk desa memperingatkan agar tidak mendekati kastil, rasa ingin tahunya sangat besar.
“Ini adalah kesempatan emas untuk menulis tentang Drakula,” pikirnya, dengan keyakinan bahwa ia bisa mengungkap misteri dan ketakutan di balik kastil tersebut. Saat bulan purnama bersinar cerah di langit malam, Arya memutuskan untuk menjelajahi Kastil Drakula, menggenggam senter dan buku catatan.
Ia berjalan melewati jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan rimbun. Setiap langkahnya membuat suasana semakin mencekam. Namun, Ariya tetap berusaha tenang. Ketika ia mencapai pintu kastil, udara dingin menyambutnya, dan suara angin berdesir seolah memberi peringatan.
Arya membuka pintu yang berdecit pelan, dan langkahnya menggema di dalam kastil yang gelap. Jendela-jendela besar terhalang debu dan sarang laba-laba, menciptakan kesan angker. Aroma lembap dan petunjuk masa lalu mengisi udara.
“Sama sekali tidak menakutkan,” Arya berkata pada dirinya sendiri, berusaha menenangkan hati yang berdebar.
Saat Arya melangkah lebih jauh ke dalam kastil, ia menemukan berbagai barang antik, lukisan, dan perabotan tua yang terabaikan. Di dinding, ada gambar Count Drakula, dengan wajahnya yang menakutkan dan mata merah menyala. Sosok dalam lukisan itu tampak seolah mengawasi Arya dengan rasa ingin tahu.
Dari sudut ruangan, Arya mendengar suara berbisik. Suara itu lembut, tetapi menakutkan. “Arya… datanglah…” bisikan itu menggema di telinga Arya. Dia merasa seluruh bulu kuduknya berdiri.
Tapi rasa penasarannya tak bisa dikendalikan. Ia mengintip ke arah suara yang berasal dan menemukan sebuah pintu kecil yang terbuka sedikit. Dengan hati-hati, ia mendekati pintu tersebut. Namun, sebelum dia bisa membukanya, suara berderak dari arah belakang membuatnya terloncat.
Arya berbalik dengan cepat, dan saat itulah ia melihat bayangan gelap melintas di belakangnya. Dalam sekejap, sebuah sosok muncul—seorang laki-laki berpakaian gelap dengan kumis dan ekspresi menakutkan. Arya merasakan jantungnya berdegup sangat kencang.
“Aku telah menunggu,” ujar sosok itu dengan suara yang dalam dan menggema. “Namaku Count Drakula.”
Mata Arya terbuka lebar. “T-tidak mungkin, kau hanya mitos!”
Drakula tertawa pelan dan melangkah lebih dekat. “Mitos? Atau kenyataan? Hanya orang-orang yang berani seperti kamu yang bisa menguak rahasiaku.”
Dengan ketakutan dan rasa ingin tahu yang bercampur, Arya bertanya, “Apa yang kau inginkan dariku? Kenapa kau membawaku ke sini?”
“Aku tercegah selama berabad-abad, terperangkap dalam bayang-bayang kematian dan kegelapan. Saat bulan penuh bersinar, aku membutuhkan satu jiwa murni untuk membebaskan diriku dari kutukan ini,” jawab Drakula, matanya bersinar tajam.
“Jiwa murni? Itu tidak bisa!” teriak Arya, merasa kepanikannya semakin menjadi.
Drakula mendekat, dan Arya merasakan hawa dingin yang menyusut. “Kau bisa membantuku, anak muda. Tulis kisahku dan saya akan memberikanmu apa pun yang kau inginkan,” ia menawarkan sambil berusaha untuk membujuk Arya.
Arya berjuang dengan pikirannya. Di satu sisi, dia tahu bahwa legenda itu harus memiliki kebenaran, tetapi di sisi lain, ada dorongan yang kuat untuk mengeksplorasi dunia Drakula. Rasa penasarannya tidak dapat dikendalikan lagi.
“Aku tidak akan memberikan jiwaku padamu! Tetapi jika aku bisa menulis kisahmu, mungkin ada cara untuk membebaskan dirimu tanpa mengorbankan orang lain!” teriak Arya.
Drakula memandang Arya, tampak tersenyum jahat. “Baiklah, tulislah. Tapi ingat, jika kau melanggar janji, aku tidak segan-segan untuk mengambil nyawamu,” katanya. “Kau memiliki waktu hingga saat bulan purnama berikutnya.”
Arya merinding mendengar kata-kata itu. Ia bertekad untuk menyelesaikan tulisannya dan melindungi jiwanya. Jika ada satu hal yang bisa diselamatkan, itu adalah menjaga harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Dia mulai menulis perjalanannya. Di dalam kastil yang penuh bayang-bayang, dia menelusuri kisah Count Drakula, merangkai kata demi kata dengan keinginan untuk melepaskan sosok misterius itu. Saat menulis, dia merasakan teror datang setiap kali sebuah bayangan melintas di sudut matanya. Tetapi saat dia menuliskan kisah-kisah menakutkan dan mengerikan, terang bulan di luar bergerak lebih nyata, memenuhi ruangan dengan cahaya purnama yang berkobar.
Malam demi malam, Arya terus mendalami kisah hidup Drakula yang kelam. Anehnya, dia mulai merasakan ketertarikan terhadap sosok vampir itu. Drakula bercerita tentang hidupnya, cinta yang hilang, dan kutukan yang membuatnya terkurung selamanya. Arya mulai merasa simpatik padanya, meskipun ketakutan masih menyelimuti hatinya.
Suatu malam, saat Arya menulis di ruang besar kastil, dia mendengar suara menjaga dari arah luar. Suara aneh terdengar, seperti langkah kaki yang mendekat. Dia mengalihkan perhatian dari kertasnya dan melihat jendela. Dalam cahaya remang-remang, sekelompok makhluk bergerak mendekat—itu adalah para manusia yang telah hilang, terjebak oleh Drakula dalam bayang-bayang.
“Arya…” mereka merintih. “Bebaskan kami…”
Arya merasa tercekik. Jiwanya mulai bergejolak antara rasa kasihan dan ketakutan. “Siapa kalian? Apa yang terjadi?” tanyanya bingung.
“Kami adalah jiwa yang hidup dalam kegelapan, terperangkap karena kutukan Drakula. Ambil kami dari sini sebelum terlambat!” suara mereka penuh harapan dan ketegangan.
Arya berusaha tenang dan kembali menulis, merasakan ketidakberdayaan. Dia ingin membantu jiwa-jiwa terperangkap ini, tetapi dia tahu dia tidak bisa melawan Drakula sendirian. Tiba-tiba, Drakula muncul di balik bayangan, matanya mengintimidasi.
“Siapa yang berani menggangguku?!” teriak Drakula dengan suara yang menggelegar.
Arya berusaha bersikap berani, “Mereka adalah orang-orang yang kau tangkap. Mereka meminta untuk dibebaskan!”
Drakula tertawa sinis. “Mereka sudah terperangkap dalam kegelapan selamanya. Siapa yang mau menunjuk celah di antara bayang-bayang?”
Hati Arya bergetar ketakutan, tetapi ia tahu bahwa satu-satunya cara untuk mendapatkan kekuatan adalah dengan menyelesaikan tulisannya. “Aku akan menulis tentang kehidupanmu, Drakula. Jika aku bisa menggambarkanmu dengan cara yang manusiawi, mungkin jiwa-jiwa ini bisa bebas,” ucapnya tegas.
Drakula terdiam sejenak, dan tatapannya perlahan melunak. “Baiklah. Jika kau bisa menunjukkan sisi kemanusiaanku, aku akan memberi mereka kebebasan.”
Suara langkah manusia yang terperangkap mulai mengecil, seolah harapan mereka tergantung pada Arya. Dalam semangat baru, Arya menulis dengan tekad, terinspirasi oleh harapan mereka.
Namun, setiap halaman yang dia tulis diisi dengan bayangan yang lebih dalam. Pengalaman-pengalaman mengerikan Drakula tentang cinta yang hilang dan kekuatan magisnya membuatnya merasa empati. Ia tahu bahwa Drakula bukan hanya monster, tetapi sosok yang terjebak dalam kegelapan dari masa lalu.
Malam demi malam ia menulis, hingga tiba di akhir karyanya. Arya menatap pemandangan hutan malam, di mana bulan purnama menggantung rendah. Ia merasakan ketegangan di udara saat mendengar suara-suara yang bergetar.
“Waktunya telah tiba,” terdengar suara Drakula di belakangnya, menakutkan dan sugestif. “Apakah kau telah menyelesaikannya?”
Arya mengangguk. “Selamat tinggal, Drakula. Ini karyaku untukmu,” katanya, menyerahkan halaman-halaman itu.
Drakula membolak-balik kertas dan tatapannya seolah mendalami setiap cerita yang tertulis. Dan saat dia menyelesaikan bacaan itu, suasana mulai berubah. Cahaya bulan bersinar lebih terang, dan suara jiwanya bergetar semakin keras.
“Aku merasakannya…” Drakula berkata, tetapi saat itu juga, semua jiwa yang terperangkap terlihat. “Ini tidak mungkin! Kehidupan dan kemanusiaan tidak bisa bersatu!”
Arya menyaksikan bagaimana Drakula berjuang antara kekuatan yang dimilikinya dan keinginan untuk bebas. “Kuasa ini terlalu kuat untuk kutukan yang kutunggu!” ucapnya, dan amarah melanda seisi kastil.
“Arya! Ini semua salah!” teriak Arya, menyaksikan Drakula bertransformasi. Namun, saat dia bertransformasi menjadi makhluk yang lebih berbahaya, cahaya bulan memanggilnya.
“Lepaskan jiwa-jiwa ini! Kembalikan semuanya!” seru Arya, bergetar dalam ketegangan.
Ketika Drakula berteriak, bingkai kekuatannya semakin goyah. Namun, saat itu bersamaan, kesadaran jiwanya mulai menjelajah cerita yang tertulis. “Apakah ini yang kuharapkan? Kebangkitan tidak akan terikat!”
Dan saat bulan purnama mencapai puncaknya, cahaya terang memenuhi seluruh kastil. Drakula terjatuh, dan yang tersisa hanyalah Caesar—kekuatan yang menjadikannya monster terperangkap di dalam cerita.
“Aku… aku bebas…” Drakula berkata dengan nada yang lebih halus, dan saat itu, semua jiwa yang terperangkap juga menjelma kembali menjadi manusia.
Arya terengah-engah, menyaksikan transformasi itu. Selama berabad-abad, Drakula tak pernah menemukan jalan pulang dari kegelapan. Nyala harapan membiarkan sosok Drakula pergi, mengembalikan semua yang hilang dan memberikan manusia kebebasan.
Dengan kejadian itu, Arya tahu segala sesuatunya telah berubah. Sejak malam itu, kisah Drakula menjadi legendaris, dan semua yang terhubung dengan kekuatan hidup dan kemanusiaan mendapatkan makna baru.
Kastil Drakula tidak lagi menjadi tempat menakutkan, tetapi tempat bersejarah yang mengingatkan semua orang bahwa kisah-kisah kelam bisa diubah menjadi harapan. Arya telah menemukan jalan hidupnya, terkonfirmasi dengan pelajaran tentang cinta, pengorbanan, dan kekuatan yang terpendam di dalam.
Dari kegelapan yang selama ini mengelilingi, pasang surut kehidupan dan bayangan bersejarah membuktikan bahwa setetes harapan bisa melawan fenomena dan kehadiran yang menakutkan
KEYAKINAN.COM – Yakin Loe?