Beha69 – Pada malam yang penuh bintang dan bulan purnama yang bersinar cerah, sekelompok mahasiswa di Universitas Elmsworth mengadakan pesta yang paling ditunggu-tunggu—“Pesta Hantu”. Pesta ini diadakan di Rumah Selwyn, sebuah rumah tua yang kabarnya dihantui oleh arwah pemiliknya yang telah meninggal bertahun-tahun yang lalu. Rumah tersebut memiliki sejarah kelam yang menarik perhatian semua orang; banyak yang mengatakan bahwa hantu pemilik rumah, seorang wanita bernama Eleanor Selwyn, masih berkeliaran di sekitarnya, mencari balas dendam atas kematiannya yang misterius.
Jonas, pemimpin kelompok dan perencana pesta, bertekad bahwa tahun ini pesta akan menjadi yang paling spektakuler. Ia menghimpun teman-temannya: Lila, Bella, dan Tom, untuk membantu mempersiapkan acara ini. “Kita harus membuat pesta ini mengesankan! Kita seharusnya tidak takut pada hantu!” katanya dengan semangat. Namun, di dalam hati, ia sendiri merasa sedikit merinding.
Malam pesta tiba, dan suasana di Rumah Selwyn terasa konyol sekaligus mengerikan. Teman-teman sudah berkumpul, berpenampilan menyeramkan dengan kostum hantu, vampire, dan berbagai sosok menakutkan. Semua tampak ceria dan bersemangat, meskipun ada rasa cemas yang mengendap di antara mereka.
“Siap untuk memanggil hantu?” tanya Lila dengan senyum nakal sambil mengacungkan lilin dan mangkuk kecil berisi air. “Kita bisa melakukan sesi pemanggilan hantu!”
Saat Lila menjelaskan ritus pemanggilan, suasana semakin mencekam. Namun, mereka semua terpoisi oleh keinginan untuk bersenang-senang. “Ayo, kita semua bisa melakukannya bersama-sama!” teriak Tom, berusaha membangkitkan semangat, meskipun di dalam hatinya merasakan sedikit keraguan.
Mereka berkumpul di ruang tengah yang gelap dengan dieling lilin. Sambil memegang tangan satu sama lain, Lila mulai mengucapkan kalimat pemanggilan hantu. “Arwah Eleanor Selwyn, kami memanggilmu. Sambutlah kami dengan jiwa hantu-mu…”
Tak lama, lampu rumah berkelap-kelip, dan kesejukan aneh menyelimuti ruangan. Semua orang terdiam sejenak, menunggu sesuatu yang mungkin akan terjadi. “C’mon! Ini pasti hanya lampu rusak!” ujar Bella, meskipun suaranya sedikit berat karena ketegangan.
Tepat saat itulah, suara derak kayu terdengar dari arah lantai atas, dan semua kepala menoleh secara bersamaan. “Apakah ada yang mendengar itu?” tanya Tom, suaranya khawatir.
“Apa itu?” Lila berbisik, giginya mulai bergetar.
Tanpa menunggu lebih lama, Jonas mencoba mengalihkan perhatian. “Mari kita duwekan minuman dan melanjutkan!” katanya, namun di dalam hatinya, ia pun merasakan kegugupan.
Mereka memindahkan fokus pada permainan dan musik, tetapi kesenangan tidak berlangsung lama. Lampu kembali berkedip, dan hawa dingin semakin kuat. “Kita harus menjelajahi rumah ini!” seru Jonas, berusaha menantang suasana.
Dengan berani, keempat remaja itu berjalan menuju tangga menuju lantai atas. Setiap langkah mereka disertai suara berderit kayu, menambah ketegangan di dalam hati. “Ayo, jangan terlalu takut. Kita sudah bilang ini hanya legenda!” teriak Tom, mencoba menghibur teman-temannya.
Di lantai atas, mereka menemukan deretan kamar dengan pintu tertutup rapat. Di salah satu pintu, mereka melihat cahaya samar dari celah pintu. Dengan rasa penasaran, mereka mengintip ke dalam.
Dalam ruangan yang gelap, mereka melihat seorang wanita berpakaian putih, berdiri di depan cermin besar yang berdebu. Rambutnya panjang dan wajahnya tampak murung. “Halo?” Lila berani bertanya.
Wanita itu menoleh dan tersenyum sinis, tetapi wajahnya kelihatan melankolis. “Siapa yang menggangguku?” suaranya lembut namun penuh misteri.
Semua orang tertegun. “Kami hanya…?” Jonas terputus saat merasakan kedinginan menyelimuti tubuhnya.
“Mengganggu? Dan kau berpikir bisa pergi tanpa konsekuensi?” Tanya wanita itu dengan suara yang makin dalam, dan dalam sekejap, ruangan dipenuhi hawa dingin.
Jonas dan teman-temannya berbalik untuk kabur, tetapi pintu tiba-tiba tertutup kencang di depan mereka tanpa peringatan. Mereka berlari, tetapi terjebak di dalam ruangan dengan hantu misterius.
Hantu itu tersenyum lagi, tetapi kali ini terlihat lebih angker. “Kau semua adalah tamu yang tidak diundang. Dan aku butuh jiwa yang murni…” ucapnya dengan nada menantang.
“Apakah kau Eleanor Selwyn?” tanya Lila berusaha bertanya.
“Apa kau ingin tahu kisahku?” jawab hantu, suaranya melengking. “Aku terjebak di sini karena pengkhianatan. Dan kini, kalian yang akan membayar harganya.”
Mendengar kata-kata itu, semua merasa ketakutan. “Apa yang harus kami lakukan? Tolong jangan melukai kami!” teriak Bella.
“Tolong, ini bukan kesalahan kami! Kita hanya ingin bersenang-senang!” Jonas menambahkan, berusaha mencari jalan keluar.
Dengan gigitan kemarahan, hantu itu bergerak lebih dekat. “Aku akan memberi kalian pilihan: satu dari kalian harus mengorbankan jiwa untuk berada di sini bersamaku, atau semua akan terjebak selamanya.”
Ketegangan semakin memuncak. “Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi!” kata Sandi, merasakan kepanikan menyelimuti dirinya.
“Apakah ada cara lain?” tanya Lila, berharap perempuan itu memberikan pilihan lain.
“Tidak ada pilihan lain. Sekarang, siapa yang rela menawarkan jiwanya untuk tinggal?” tanya hantu itu. Semua wajah di ruangan menjadi pucat.
Mereka saling berpandangan, dan ketika hantu itu melihat ketidakpastian mereka, dia mulai tertawa sinis. “Kalian sebenarnya hanya cerdas dalam ketidakberdayaannya. Kecantikan dan ketuaannya tidak bisa menyelamatkan kalian.”
Pada saat yang sama, pintu dibuka perlahan. Semua remaja melihat ke arah itu, dan di ambang pintu, berdiri pria bertubuh besar dengan pakaian gelap. “Apa yang terjadi di sini?” suaranya dalam dan tidak manusiawi.
Hantu itu berbalik menghampiri laki-laki itu dan menggeram, “Murdi, kau ikut campur lagi? Aku tidak akan membiarkan mereka pergi!”
Gerakannya cepat, dan semua terkejut melihat hantu menyerang Murdi. Sementara itu, Jonas melihat kesempatan untuk melarikan diri. Ia berteriak, “Ayo! Kita harus pergi sekarang!”
Mereka berlari melalui lorong gelap, melewati pintu-pintu yang terbuka, tetapi suara hantu yang marah menggema di belakang mereka. Namun, saat mereka berlari, drang serangan Murdi dan Eleanor memperlihatkan keangkuhan dan keputusasaannya. “Kau tidak bisa pergi tanpa membalasnya!”
Setibanya di bawah tangga, mereka mendengar derak langkah kaki seseorang. Dari segala arah, mereka melihat lalu lintas hantu-hantu lain mendekati mereka.
“Apa yang kita lakukan sekarang?” Tia membentak, menahan napas dalam ketakutan.
Jonas berusaha tenang. “Kita harus mencari cara untuk mengusir mereka! Kita perlu menemukan cara untuk memahami tujuan mereka!”
Dengan cepat, mereka memutuskan untuk menemukan alat apapun yang bisa membantu mereka. Keputusan itu mungkin kekonyolan, tetapi tidak ada jalan balik.
Ketika mereka mencari alat, mereka menemukan buku tua di perpustakaan kecil. Buku itu dipenuhi gambar-gambar dan simbol-simbol aneh yang terlihat seperti ilmu sihir kuno. “Mungkin kita bisa melakukan ritual untuk melindungi diri kita,” Tia menyarankan.
Jonas mengambil buku dan berusaha menerjemahkan beberapa halaman itu. “Kita butuh waktu! Tetapi kalau ini berhasil, kita bisa mengalahkan semua hantu ini,” dia berkata lurus dan bertekad.
“Tapi kita tidak punya banyak waktu!” Bella melirik jam di tangannya. Waktu hilang seiring mereka berbicara.
Semua fokus pada buku, bekerja sama merangkai jimat di antara simbol-simbol itu. Di setiap halaman,ia menemukan hal-hal yang menakjubkan, tetapi juga menakutkan tentang apa yang mereka hadapi.
Sementara itu, suara Eleanor semakin mendekat, dan tawa Murdi menggema dalam hutan. “Tak ada cara untuk melarikan diri! Semua akan selamanya terkurung!” teriaknya.
“Bangsat!” Jonas bersikeras, meraih energinya. Dengan semua keberanian tersisa, dia memaksa diri untuk menyelesaikan ritual. Tanda-tanda didasarkan pada energi bulan purnama, di tengah kegelapan.
Ketika mereka selesai, buku itu mulai bersinar, dan gelombang energi mengalir melalui tubuh mereka. Seolah-olah membangkitkan keajaiban, suara tak berdaya menggema di seluruh hutan.
“Jangan!” teriak Eleanor, ketika bayang-bayangnya pekat di ujung lorong.
Dengan berani, anak-anak itu melangkah maju. “Kami tidak takut padamu lagi!” lisan menyala, satu demi satu.
Bersama-sama, mereka menatap Eleanor dan Murdi. Dalam cahaya bulan, mereka merasakan kekuatan yang luar biasa. Menginginkan kebebasan dari kutukan dan kebenaran yang ada. Segera, kekuatan bayangan mulai terpecah di antara suara yang melibatkan ketegangan dalam hubungannya.
Dengan nyala api, tubuh hantu mulai bergetar, sebelum mereka menghilang ke dalam kegelapan. Akhirnya, suara kembali tenang, dan hantu-hantu açısı lenyap.
Setelah sekejap waktu terlewati, ketiga remaja berdiri, napas mereka bergetar penuh gelombang. “Apakah kita berhasil?” Tanya Tia.
Sandi menatap sekeliling, dan saat itu, bulan bersinar terang. Mengizinkan mereka memperlihatkan gerbang cahaya menuju dunia lain.
Ketika mereka keluar, sinar bulan menyinari jalan kembali ke desa. “Aku tidak percaya kita bisa keluar dari situasi ini,” Sandi berteriak kegembiraan.
“Aku tidak tahu jika ritual ini akan berhasil atau tidak,” jawab Jonas dengan cemas, tetapi harapan di wajahnya jelas.
Dengan semangat baru, mereka kembali ke desa, terikat oleh pengalaman yang mendebarkan dan mengerikan. Sejak escape itu, ketiga remaja tidak lagi menjadi apatis terhadap kisah hantu dan setan. Mereka belajar arti keberanian, teman, dan persahabatan; lebih dari sekadar pengalaman malam.
Mereka pergi dari Hutan yang menakutkan dan selamanya terpisahkan. Kisah hantu itu akan meninggalkan kenangan, mengajarkan mereka bahwa tidak selalu ada kegelapan di balik ketenangan.
Bagi mereka, ini adalah petunjuk untuk menjaga hubungan lebih erat; dan dalam lore sejarah, ada pelajaran yang terukir dalam ingatan—bahwa terkadang, semua demonstrasi tidak selalu membawa kutukan, tetapi memberikan harapan untuk menjalani hidup dengan keberanian.
KEYAKINAN.COM – Yakin Loe?