Beha69 – Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan lebat, hiduplah seorang gadis bernama Nia. Sejak kecil, Nia dikenal memiliki imajinasi yang sangat tinggi. Ia sering membuat cerita dari benda-benda sekitarnya, dan orang tuanya menyukainya. Namun, imajinasi itu juga membuat Nia mudah terpengaruh oleh kisah-kisah seram yang sering diceritakan oleh orang-orang di desa tentang boneka-boneka yang dipercaya memiliki kehidupan.
Suatu hari, saat Nia sedang bermain di pasar desa, ia melihat sebuah toko antik yang baru dibuka. Toko itu dipenuhi dengan berbagai barang unik, termasuk lemari tua, perhiasan vintage, dan tentu saja, boneka-boneka. Salah satu boneka menarik perhatian Nia. Boneka itu terbuat dari kain katun, mengenakan gaun putih dan memiliki rambut panjang yang terurai. Tetapi, yang membuat Nia terpesona adalah mata boneka itu—sepasang mata hijau yang tampak hidup dan menatapnya seolah mengajak.
Nia pergi ke toko itu dan menanyakan harga boneka tersebut kepada pemiliknya, seorang wanita tua yang tampak bijaksana namun misterius. “Ah, boneka itu adalah Boneka Rina,” ujar wanita tua itu dengan suara pelan. “Dia telah ada di sini selama bertahun-tahun dan memiliki cerita yang dalam. Hati-hati, ada kekuatan yang menyertainya.”
Nia mengabaikan peringatan tersebut dan dengan semangat membayar untuk membeli Boneka Rina, berpikir bahwa itu bisa menjadi teman yang sempurna untuknya. Saat ia membawa pulang boneka itu, ia merasa seolah-seolah boneka itu mulai menyimpan rahasia.
Malam pertama Nia tidur bersama Boneka Rina, ia merasakan ketenangan. Namun, seiring hari-hari berlalu, ia mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Kadang-kadang, ketika ia bangun di tengah malam, ia melihat boneka itu dalam posisi yang berbeda, seolah telah bergerak sendiri. Namun, Nia meyakinkan dirinya bahwa itu hanya imajinasinya.
Suatu malam yang gelap, Nia terbangun karena mendengar suara berbisik lembut. Ia menoleh ke arah Boneka Rina dan terkejut melihat matanya bersinar dalam kegelapan. “Nia, mari bermain bersamaku,” bisik boneka itu.
Nia merasa ketakutan, tetapi rasa penasarannya lebih kuat. “Bagaimana kamu bisa berbicara?” tanya Nia dengan suara bergetar.
“Aku sudah menunggumu, Nia. Sungguh menyenangkan memiliki teman baru…” Boneka Rina menjawab dengan suara lembut namun membangkitkan rasa ngeri. Nia ragu, tetapi ia merasa terseret dalam dunia atas imajinasinya yang tinggi.
Setelah malam itu, Nia mulai berbicara dengan Boneka Rina setiap malam, dan mereka menjadi dekat. Namun, rasa khawatir mulai tumbuh di hati orang tua Nia. Mereka merasa bahwa Nia terlalu terikat pada boneka itu dan mengabaikan dunia di sekitarnya. Mereka juga mendengar desas-desus di desa tentang Boneka Rina yang konon berasal dari kisah seorang anak yang hilang, arwahnya terjebak dalam boneka.
Suatu hari, setelah berhari-hari tidak terlihat oleh teman-temannya, Nia memutuskan untuk mengajak beberapa orang bermain di rumahnya. Teman-temannya, Andi dan Lisa, datang dan langsung merasakan aura aneh di dalam rumah. Ketika melihat Boneka Rina, keduanya terdiam sejenak.
“Kenapa kamu punya boneka itu?” tanya Lisa, suaranya bergetar. “Aku pernah mendengar cerita tentang boneka yang mengerikan itu.”
Nia tertawa. “Ini hanya boneka! Dia teman terbaikku.” Dengan perasaan bangga, Nia memeluk Boneka Rina.
Saat mereka bermain, sebuah kejadian aneh terjadi. Ruangan mulai terasa dingin, dan semua jendela tampak bergetar. Andi, yang duduk di sudut ruangan, tiba-tiba melihat Boneka Rina bergerak, meskipun Nia tidak menyentuhnya. “Nia, lihat! Boneka itu–,” Andi mengeluh, tetapi sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Boneka Rina menatapnya, dan tiba-tiba semua lampu mati.
Kegelapan menyelimuti ruangan, dan suara tawa menggema di antara mereka. Nia panik dan mencoba menyalakan lilin, tetapi saat nyala api menyala, mereka melihat Boneka Rina sudah berada di tengah ruangan, jauh dari tempat semula.
“Rina?” tanya Nia ketakutan. “Apa yang terjadi?”
Boneka itu tersenyum lebar, matanya berkilau dengan cahaya aneh. “Mereka belum siap untuk bermain denganku,” bisik boneka itu, dan seketika itu, ketiga anak tersebut merasakan suasana kegelapan semakin mendalam.
Dengan satu gerakan tangan, Boneka Rina mengangkat semua mainan di sekitar mereka, membuatnya berputar-putar dalam angin yang tidak terlihat. Suara mengerikan memecah keheningan.
“Ini adalah permainan baru,” ujar Boneka Rina. “Siapa yang takut, maka akan menjadi milikku selamanya!”
Kegugupan menyebar di antara mereka. Andi berteriak dan berlari menuju pintu, tetapi pintu itu tidak bisa terbuka. Lisa mulai menangis, dan Nia hanya bisa menatap Boneka Rina, bingung.
Ketika situasi semakin menegangkan, Nia merasa terjebak antara rasa cintanya pada Boneka Rina dan kebutuhan untuk melindungi teman-temannya.
“Rina, berhenti! Mereka tidak seharusnya merasakan ini!” teriak Nia. Mengingat kembali kisah yang diceritakan orang-orang di desa, ia akhirnya menyadari bahwa Boneka Rina bukan sekadar boneka biasa.
Boneka itu berhenti bergerak sejenak, seolah mempertimbangkan kata-kata Nia. Dalam kegelapan itu, Boneka Rina menjawab, “Tapi, Nia, mereka tidak seperti dirimu. Kau adalah satu-satunya yang mengerti aku. Teman sejati!”
Dalam sekejap, suasana menjadi tegang. Suara boneka itu bergetar di telinga mereka, membuat jantung mereka berdegup kencang. Nia tidak bisa tinggal diam. Ia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan teman-temannya.
“Jika kamu yakin aku adalah temanmu, maka aku tidak ingin ada yang terluka,” kata Nia, suaranya falter tetapi penuh ketegasan. “Aku ingin kau kembali menjadi seperti dulu—boneka yang menyenangkan, bukan yang menakutkan!”
Boneka itu terdiam, matanya bersinar semakin terang. “Kau bersedia?” tukasnya.
“Aku bersedia!” jawab Nia dengan penuh keyakinan. “Kita bisa bermain bersama, tapi bukan dengan cara ini.”
Dalam sekejap, seluruh ruangan terdiam. Boneka Rina berhenti bergerak dan tampak seperti merenung. Nia, Andi, dan Lisa tetap menatap boneka itu dengan rasa cemas.
Ketika Boneka Rina membuka mulutnya, angin dingin tersapu keluar. “Baiklah, Nia. Kau telah memilih untuk bersahabat. Tapi ingat, harga persahabatan ini harus dibayar.”
Mendengar itu, Nia merasakan gelombang ketakutan melanda jiwanya. “Harga seperti apa?” tanyanya dengan suara bergetar.
“Suatu hari nanti, kau harus memilih; bonafide atau kematian. Tapi pastikan cubit tanganku saat saatnya tiba. Yakinlah, aku akan kembali,” ucap Boneka Rina dengan senyuman sinis, lalu tiba-tiba kembali ke tempatnya semula. Lampu menyala kembali seolah tak pernah mati.
Andi dan Lisa terengah-engah, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Nia tak tahu harus berkata apa. “Apa yang baru saja terjadi?” tanya Lisa yang masih menggigil.
“Aku—aku tidak tahu,” jawab Nia, merasa bingung. “Tapi kita harus pergi dari sini.”
Mereka segera berlari keluar rumah, meninggalkan Boneka Rina sendirian. Melihat mata boneka itu memandangi mereka dengan senyuman misterius, Nia merasa bahwa mereka belum sepenuhnya bebas dari ikatan aneh dan kuat yang diciptakan oleh boneka itu.
Setelah malam itu, Nia berjanji tidak akan pernah membiarkan Boneka Rina mendominasi hidupnya. Ia mencoba menjauh, tetapi boneka itu selalu ada dalam pikirannya. Setiap malam, Nia bermimpi tentang boneka dan sering mendengar bisikan yang sama—“Bersiaplah.”
Hari-hari berlalu dan saat Nia mencoba fokus pada sekolah, suara Boneka Rina terus mengganggu pikirannya. Tension di dalam hatinya meningkat seiring dengan kehadiran teman-teman, dan ia menjadi lebih pemurung.
Sementara itu, di desanya, muncul berita tentang boneka yang menyeramkan. Banyak anak menghilang, mempercayakan cita-cita yang ruhani. Nia semakin merasakan tekanan, hingga suatu malam, dia terbangun dari tidurnya.
Saat matanya terbuka, ia melihat Boneka Rina berdiri di sisi tempat tidurnya, menatapnya dengan mata hijau memikat. “Nia, waktunya telah tiba,” bisiknya.
Nia merasa jiwanya terjebak antara dua dunia. “Apa maksudmu?” tanyanya.
“Waktunya untuk memilih. Seorang sahabat harus siap berkorban,” jawaban Boneka Rina penuh tanpanya, “Lihatlah temanmu. Mereka berbahagia, dan kau yang harus memilih.”
Nia merasa kakinya terbakar, dan dengan cepat, semua memori buruk datang berputar di kepalanya, menghadirkan ketakutan dan rasa bersalah. Dalam sekejap, ia teringat kenangan indah masa kanak-kanaknya.
Malam itu, di tengah perjuangan antara kenyataan dan ilusi, Nia menyadari bahwa ia tidak ingin menjadi boneka. Dia tidak ingin memperdagangkan teman-teman yang begitu dicintainya. Dalam keputusasaannya, ia memutuskan untuk menghentikan semua ini.
Dengan nekat, Nia melawan Boneka Rina. “Aku memutuskan untuk membebaskanmu!” serunya sambil mengambil dua jarum dari tempat tidur dan menusuk Boneka Rina. “Aku tidak akan membiarkanmu mengendalikan hidupku!”
Tiba-tiba, ruang sekelilingnya bergetar, dan Boneka Rina bersuara penuh rasa sakit. “Kau benar-benar ingin berpisah?” tanyanya dengan nada penuh amarah.
“Ya! Aku ingin kembali dengan hidupku!” jawab Nia dengan tegas. “Begitupun dengan teman-temanku!”
Bunyi denting seolah sorak sorai sampai ke langit. Dalam kesakitan yang amat sangat, Boneka Rina perlahan berubah menjadi semakin kecil, hingga pada akhirnya menghilang seperti kabut. Suara yang mengerikan itu berangsur-angsur sirna, dan kamupun merasa pendidikan tubuhnya hilang.
Nia terbangun di tempat tidurnya dengan napas berat. Dia merasa bebas, meskipun keletihan masih menyelimuti tubuhnya. Ternyata, kehadiran Boneka Rina telah mengubah hidupnya menjadi mimpi hitam yang berujung nyata.
Setelah malam itu, Nia tidak mengingat apa pun tentang Boneka Rina. Dia kembali ke rutinitas yang lebih normal, berinteraksi dengan teman-temannya, dan berbagi cerita.
Namun, ketika Nia berpindah rumah beberapa bulan kemudian, ia mendapati bahwa Boneka Rina telah menyembunyikan dirinya di dalam kotak mainan yang dibawanya. Mata hijau boneka itu bersinar seolah mengintip dari dalam kotak.
Nia merasa ketakutan, tetapi sekarang dia sudah lebih kuat. Ia tidak akan membiarkan boneka itu berkuasa atasnya lagi. Dengan penuh keberanian, Nia membuka kotak itu dan melempar Boneka Rina ke dalam api unggun di halaman rumah barunya. Dia menyaksikan dengan tegas saat Boneka Rina terbakar, menghilang dalam nyala api.
Di tengah kobaran api, Nia merasa lega, seolah semua beban hilang bersamanya. Kini, ia bebas untuk hidup dengan cara yang dia inginkan, jauh dari bayang-bayang kegelapan Boneka Rina.
Kisah Nia dan Boneka Rina menjadi legenda di desa itu, menceritakan tentang keberanian dan kekuatan melawan rasa takut. Nia mengajarkan kepada orang-orang bahwa kadang-kadang benda yang kita anggap berharga bisa menyimpan rahasia kelam. Dikalangan teman-temannya, Nia dikenal sebagai gadis yang berani mengalahkan boneka menakutkan dan menemukan kekuatannya sendiri.
KEYAKINAN.COM – Yakin Loe?